Kopi
Seduhan ini, membawaku kembali mengenangmu
Manis yang dia berikan, beriring pahit yang dia sembunyikan.
Laksana dirimu, yang menawarkan sejuta kasih, namun seakan menyiapkan jutaan luka.
Kopi.
Selalu berhasil membuatku merindukanmu.
Selalu berhasil membuatku setia menunggumu, yang entah kapan akan membawaku pergi, atau tidak sama sekali..
Kopi.
Jika pepetah lama mengatakan: seberapapun kita memeberinya gula, akan tetap ada pahit yang berbekas.
Iya, benar.
Tapi aku tidak ingin membuatnya manis, terlalu berlebihan, aku hanya ingin membuatnya seimbang.
Begitu pula aku terhadapmu.
Aku tidak ingin menciptakan angan bahagia bersamamu,tidak ingin pula mengenang luka karenamu. Terlepas dariapa yang aku dan kamu lakukan. Agar seimbang.
Endapan kopi, yang selalu tertinggal di dasar cangkir.
Selalu berakhir di pembuangan. Berakhir di tempat kotor.
Bukankah dia yang menjadikan kopi itu istimewa?
Bukankah pahit yang dia hasilkan, justru yang membuat rasa manis yang tak banyak terasa begitu nikmat?
Iya. Begitu pula luka atasmu.
Selalu membuat hadirmu terasa begitu istimewa.
Tak peduli bagaimana dirimu datang, apa yang membuatmu datang, dan dengan siapa.
Kuletakkan luka itu tepat di dasar hatiku. Disanalah tempatnya.
Karena tanpa aku minta, dia bisa memenuhi hatiku. Terasuk dengan lincah mengetuk ruang bahagia yang terkunci rapat.
Dialah endapan luka, yang satu waktu membahagiakanku.
(15/12/15)
Manis yang dia berikan, beriring pahit yang dia sembunyikan.
Laksana dirimu, yang menawarkan sejuta kasih, namun seakan menyiapkan jutaan luka.
Kopi.
Selalu berhasil membuatku merindukanmu.
Selalu berhasil membuatku setia menunggumu, yang entah kapan akan membawaku pergi, atau tidak sama sekali..
Kopi.
Jika pepetah lama mengatakan: seberapapun kita memeberinya gula, akan tetap ada pahit yang berbekas.
Iya, benar.
Tapi aku tidak ingin membuatnya manis, terlalu berlebihan, aku hanya ingin membuatnya seimbang.
Begitu pula aku terhadapmu.
Aku tidak ingin menciptakan angan bahagia bersamamu,tidak ingin pula mengenang luka karenamu. Terlepas dariapa yang aku dan kamu lakukan. Agar seimbang.
Endapan kopi, yang selalu tertinggal di dasar cangkir.
Selalu berakhir di pembuangan. Berakhir di tempat kotor.
Bukankah dia yang menjadikan kopi itu istimewa?
Bukankah pahit yang dia hasilkan, justru yang membuat rasa manis yang tak banyak terasa begitu nikmat?
Iya. Begitu pula luka atasmu.
Selalu membuat hadirmu terasa begitu istimewa.
Tak peduli bagaimana dirimu datang, apa yang membuatmu datang, dan dengan siapa.
Kuletakkan luka itu tepat di dasar hatiku. Disanalah tempatnya.
Karena tanpa aku minta, dia bisa memenuhi hatiku. Terasuk dengan lincah mengetuk ruang bahagia yang terkunci rapat.
Dialah endapan luka, yang satu waktu membahagiakanku.
(15/12/15)
Post a Comment for "Kopi"
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)