Pola Asuh Yang Holistik dan Integral
Untuk setiap orang tua,
tentu perlu mengetahui tentang periode emas buah hatinya. Periode emas ini,
ternyata dimulai sejak buah hati berada dalam kandungan hinga anak berusia 5
tahun. Dalam artian, bahwa pada periode ini ada beberapa hal yang berkembang
dengan pesat dan tidak akan terulang kembali pada perkembangan usia
selanjutnya.
Kemudian, pada masa
pertumbuhan dalam kuartil usia tersebut, ada satu hal yang perlu diperhatikan
oleh para orangtua, yaitu Stunting. Stunting merupakan keadaan dimana
terganggunya pertumbuhan fisik anak (pendek atau kerdil), dan terganggunya
perkembangan otaknya yang akan berdampak pada kemampuan intelegensinya di
kemudian hari.
Lalu, apakah stunting pada anak
merupakan turunan genetik orangtuanya? Ternyata tidak, salah satu faktor yang
mempengaruhi adanya indikasi stunting
pada anak adalah pola asuh yang diterapkan pada anak-anak. Betul, pola asuh
yang kurang tepat.
Sejak dalam kandungan,
sejatinya ibu telah melakukan pengasuhan pada buah hatinya, dengan menerapkan
hidup sehat atau kepedulian terhadap tumbuh kembang janinnya. Kemudian ketika
anak telah lahir, orang-orang terdekat seperti ayah, ibu, kakek dan nenek juga
sangat memegang peran penting dalam pengasuhan anak.
Pola asuh anak adalah perilaku yang
dipraktikkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam memberikan
makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimulasi serta dukungan emosional
yang dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang anak termasuk di dalamnya kasih
sayang dan tanggungjawab orang tua.
Pola asuh sendiri secara tidak
langsung akan berpengaruh pada pemenuhan gizi anak. Pengasuhan juga dipengaruhi
oleh ketersediaan sumber daya alam di tingkat rumah tangga
seperti pendidikan, pengetahuan, kesehatan ibu
serta dukungan sosial. Saat ini,
banyak dijumpai ibu-ibu yang memberikan MPASI pada anaknya dengan ala kadarnya
(cenderung tidak memperhatikan komposisi nilai gizi pada buburnya). Padahal,
memberikan bubur dengan tambahan sayur maupun daging akan sangat berdampak pada
pemenuhan kebutuhan gizi anak.
Pemberian pengasuhan yang holistik
dan integral tentu akan sangat mengurangi angka stunting pada anak di Indonesia. Dari beberapa hasil penelitian
yang dilakukan oleh para akademisi pada beberapa daerah di Indonesia,
menunjukkan bahwa anak dengan riwayat pola asuh yang buruk memiliki
permasalahan pada pemenuhan gizinya. Pola asuh ini juga berhubungan erat dnegan
latar belakang pendidikan dan pengetahuan para orang tua. Itulah kenapa
beberapa instansi pemerintah terkait, telah melakukan sosialisasi secara gencar
tentang pentingnya informasi mengenai stunting
sendiri. Melansir data dari WHO pada tahun 2011 dan UNICEF pada tahun 2008,
diketahui bahwa di seluruh dunia sekitar 30% anak di bawah usia lima tahun yang
mengalami stanted merupakan
konsekuensi dari praktek pemberian makan yang buruk dan infeksi berulang.
1000 hari pertama adalah masa tumbuh kembang anak yang
paling penting. Dimana terdiri 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah
dilahirkan. Untuk itulah, para orang tua perlu memperhatikannya dengan serius.
Tentu sudah diketahui berbagai pihak, bahwa mengasuh anak bukanlah suatu yang
mudah, melainkan suatu pross panjang yang membutuhkan kerjasama berbagai pihak
secara berkelanjutan dan terkonsep. Kemudian mengapa dengan 1000 hari pertama
anak? Karena pada rentang usia 0 – 2 tahun adalah interaksi terbanyak orang tua
terutama sang ibu dengan anak mereka. Itulah kenapa, pola asuh yang diterapkan
pada usia ini menjadi sangat penting untuk tumbuh kembang anak, terutama
kaitannya dengan stunting.
Sigit Priohutomo pada lokakarya bina balita di Depok Mei
2018 yang lalu, selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengatakan bahwa kasus stunting pada anak terjadi karena salah
penerapan pola asuh, bukan karena latar belakang ekonomi (kaya atau miskin). Pola
asuh dalam praktek pemberian makan (ASI dan MPASI) adalah yang paling banyak
ditemui, bahkan di masyarakat perkotaan. Pemberian ASI yang tidak eksklusif
pada anak, akan mengurangi asupan gizi yang diperolehnya. Karena ASI merupakan
makanan terbaik yang harus diberikan ibu kepada anaknya. Hal ini karena ASI
mengandung gizi yang optimal untuk proses tumbuh kembang anak, yang tidak
dimiliki susu formula maupun MPASI, karena kandungan lemak tak jenuh rantai
panjang yang berperan dalam perkembangan sel-sel otak yang bermanfaat untuk
bayi. Sekaligus ASI mampu memenuhi kebutuhan zat gizi makro maupun mikro pada
bayi.
Pola asuh yang kemudian disoroti pemerintah, bukan hanya
berlaku pada penerapan pemberian makan pada anak, namun juga beberapa hal lain
seperti perkembangan kognitifnya. Berdasarkan Teori Positive Deviance (Zeitlin,
1990), menyatakan bahwa berbagai stimulus yang rutin diberikan oleh ibu
(visual, verbal atau audio) dapat menyebabkan stimulus growth
hormone, yang mana metabolisme energi menjadi normal dan imun respon lebih
baik. Rangsangan kognitif sederhana yang perlu diberikan oleh ibu, antara lain
dengan membiarkan anak menulis dan menggambar. Karena hal ini akan
mengembangkan kinerja otak anak secara maksimal.
Berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan pada tahun 2017 dalam peringatan Hari Gizi Nasional emnyatkan bahwa
8,3 juta balita di Indonesia menderita stunting.
Badan Kesehatan Dunia (WHO)
membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar
20%, sementara Indonesia baru mencapai 29,6%. Berdasarkan Pemantauan Status
Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi
hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni
Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%). Provinsi lainnya memiliki kasus dominan
tinggi dan sangat tinggi sekitar 30% hingga 40%.
Dari data tersebut, nampak bahwa stunting
merupakan musuh besar bagi setiap ibu dan bayi. Stunting merupakan serangkaian panjang kegagalan pemenuhan gizi sejak
bayi dalam kandungan hingga teelahir ke dunia. Pemerintah sendiri telah
mengupaykan penurunan jumlah ini dengan berbagai cara, diantara dengan mensosialisasikan
pentingnya pemberian ASI eksklusif, MPASI yang memperhatikan kandungan nilai
gizi, konsumsi vitamin ketika ibu hamil, dan beberapa kegiatan lainnya. Mengingat
bahwa stunting juga menyerang kualitas sumber daya
manusia pada generasi penerus, maka alngkah baiknya jika sejak dini kita peduli
dengan keadaan bayi.
Untuk ibu yang mengalami kebingunan, dapat mencari dari berbagai
sumber mengenai stunting dan pola asuh
yang sebaiknya diterapkan. Terbuka pada beberapa orang, juga akan sangat membantu
ibu ketika berhadapan dengan indikasi-indikasi stunting pada anaknya.
Daftar Pustaka
1. Adriani,
M. Wirjatmadi, B. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana Prenada
Media Group. Hal 112. Jakarta. 2014
2. Engle, P.L. The Role of Caring Practices and Resources for Care in
Child
Survival,Growth,and Development: South and Southeast Asia. AsiaDevelopment Review,Vol.17. 1999
Survival,Growth,and Development: South and Southeast Asia. AsiaDevelopment Review,Vol.17. 1999
3. Risani Rambu Podu
Loya, Nuryanto. Pola Asuh Pemberian
Makan Pada Balita Stunting Usia 6 – 12 Bulan Di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Journal Of Nutrition College. Vo. 6 Hal
83-95. 2017
Referensi lain
1. Penurunan Stunting Jadi Fokus Pemerintah
http://www.depkes.go.id/article/print/18050800004/penurunan-stunting-jadi-fokus-pemerintah.html
2. Riwayat pola asuh, pola makan,
asupan zat gizi berhubungan dengan stunting pada anak 24–59 bulan di Biboki
Utara, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Post a Comment for "Pola Asuh Yang Holistik dan Integral"
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)