ANAKKU MENDERITA DOWN SYNDROME
“saya selalu percaya tidak ada ciptaan Tuhan yang gagal”
Saya ingin bertanya, apa yang ada dipikiran teman-teman ketika mendengar down syndrome? Apakah yang muncul adalah bayangan anak kecil yang mampu berjalan, makan bahkan berbicara dengan baik, atau yang terbersit pertama adalah “anak cacat”? Pernah melihat atau mendengar bahwa anak down syndrome mendapatkan prestasi di atas anak “normal” pada umumnya? Adalah Anna Zahrah Rizkiyah, seorang ibu sekaligus saksi hidup, bagaimana anak down syndrome berjuang dalam hidupnya.
“Pertama kali mendengar diagnosa dokter, saya tidak percaya. Saya cari info dari berbagai literatur, karena memang berdasarkan ciri-ciri fisik, anak saya jauh dari kata down syndrome. Bahkan di usia tiga bulan dia sudah bisa tengkurap.” Beliau menambahkan, bahwa selama kehamilan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan gejala down syndrome pada janin, bahkan dokter anak dan SpOg tidak mengatakan apapun ketika bayinya lahir. Maka semuanya nampak baik-baik saja. Fira -nama panggilannya, tumbuh seperti bayi pada umumnya.
Usia empat bulan, ketika Fira dibawa untuk imunisasi, ternyata dokter menemukan sesuatu yang janggal. Ternyata Fira memiliki garis tangan lurus (simian line) dan sipit mata yang berbeda. Kemudian dokter menyarankannya untuk cek kromosom.
“Usia lima bulan saya baru berani cek, karena saat itu kepala Fira belum bisa tegak. Hasilnya trisotomi 21, jadi kromosomnya 47. Kalau orang normal 46. Kelebihan kromosom itulah yang menjadikan dia berbeda dengan anak lainnya, karena perkembangannya lebih lambat,” jelasnya.
Ketika hasil pemeriksaan itu keluar, apa yang Mbak Anna lakukan?
”Dari rumah saya sudah mempersiapkan diri, ternyata hal ini bertahan sampai saya melihat hasilnya. Saya biasasaja. Namun beberapa saat kemudian, ketika saya keluar dari RSCM, saya khawatir bagaimana reaksi orang rumah, bagaimana reaksi orang tua saya ketika tahu bahwa cucunya menderita down syndrome. Akhirnya saya hubungi, alhamdulillah beliau menguatkan saya. Bahkan saya tidak berani langsung pulang, saya takut mereka tak lagi menyayangi Fira” Smpai disini, saya mengerti perasaannya. Hanya mendengar kisahnya,membuat saya ingin meneteskan air mata. “saya ke Gramedia Matraman, saya nangis disana. Setelah tenang, baru saya pulang,” kenangnya.
Itu adalah awal dari segalanya. Ternyata ada lubang di jantung Fira sepanjang 4-5 mm dengan tipe PJB (Penyakit Jantung Bawaan). lubang ini perlahan menutupseiring bertambahnya berat badan dan usianya.
Setelah hampir lima tahun terapi, bagaimana keadaan Fira sekarang?
”Perkembangannya sekarang bagus. Tidak seburuk teoti mengenai anak down syndrome. Dia hanya butuh banyak sosialisasi dan melihat perilaku anak seusianya. Saat yang paling mengharukan adalah bulan-bulan awal memulai terapi. Dia selalu menangis setiap diterapi. Disitu saya melihat betapa besar perjuangan anak-anak down syndrome untuk bisa tumbuh normah.” baginya, hal-hal kecil yang mampu dilakukan anaknya, adalah hadiah yang terkira. Termasuk ketika pertama kali bisa berjalan.
Beliau menjelaskan kembali mengenai perjuangan anak down syndrome ini, seperti tidak nyamannya mereka ketika diterapi. Untuk makan, minum dan biacara merek harus diterapi sedini mungkin supaya tidak tertinggal dengan anak-anak seusianya. Sebagian besar anak down syndrome menghabiskan masa kecil mereka di rumah sakit, ketika anak “normal” lainnya sedang asik bermain.
Terapi yang dijalani pun bertahap, yakni ketika jantung tak terlalu bermaslaah, barulah dimuali dengan fisioterapi kemudian terapi wicara. Itulah kenapa, diusianya yang ke 5 tahun 2 bulan, Fira kecil masih berada di Paud. Karena Mbak Anna selaku orang tuanya, memutuskan untuk fokus pada terapi wicaranya dulu.
Sekian tahun menjalani proses yang panjang, bagaimana Mbak Anna menguatkan diri sendiri dan tentu saja Fira?
”Saya sangat bersyukur Allah titipkan Zhafira buat saya, darinya saya belajar banyak hal, mengenal banyak orang dan tentu saja semakin membuat saya mensyukuri sekecil apapun nikmat itu. Saya tidak malu. Bahkan ketika ada yang bertanya tentangnya, saya akan dengan senang hati menjelaskan. Karena itu adalah kesempatan untuk mengedukasi mereka tentang apa itu down syndrome.”
Kemudian beliau menambahkan, “saya selalu percaya tidak ada ciptaan Tuhan yang gagal. Jika saya tidak kuat, bagaimana dengan anak saya nanti." Benar. Anak down syndrome tidak hanya membutuhkan serangkaian terapi yang menguras dompet, namun juga kasih sayang dan dukungan yang utuh dari orang-orang terdekatnya.
Ketika ada orang tua yang mengeluh kerepotan karena anaknya yang “normal” selalu buat ulah. Adakah yang ingin mbak ana sampaikan,sebagai orang tua dari anak down syndrome?
”Nikmati dan hargailah setiap tumbuh kembang anak, apapun itu. Ketika anak berlarian kesana kemari, naik turun tangga, jangan dimarahi. Karena di luar sana, ada anak-anak down syndrome yang masih berjuang untuk bisa berbicara. Sekecil apapun perkembangan anak kami, kami sangat mensyukurinya, karena itulah harapan untuk masa depan mereka.
Saya sependapat dengan beliau. Banyakborang tua yang mengeluh karena anaknya. Bahkan ada yang seharian memarahi anaknya, hingga menyakiti fisik anaknya. Seharusnya mereka mau diam dan merenung sejenak. Bukankah tak setiap orang menyandang gelar orang tua, tak setiap pernikahan dianugerahi anak, dan tak setiap anak lahir dengan "normal". Jika kita mau berpikir dengan baik, seharusnya segala bentuk kekerasan pada anak tak akan terjadi.
Di akhir wawancara, beliau berpesan untuk para orang tua yang ternyata sednag dirundung kesediham karena memiliki anak down syndrome.
”Bersedih ketika menerima sesuatu yang tidak sesuai harapan adalah hal yang wajar, tapi jangan berlarut-larut. Karena anak kita butuh kita, jika bukan kita lantas siapa? Jangan sekalipun menyia-nyiakan kepercayaan Tuhan, karena tidak semua ummatnya diamanhi titipan yang istimewa seperti kita. Semoga ini adalah jalan kita Surga bersama-sama.”
Begitulah, wawancara yang tak seberapa lama ini telah memberikan saya banyak pelajaran. Berbagai nilai-nilai kehidupan tercurah darinya, bukan hanya dari Mbak Anna, namun juga Fira. Mbak Anna selaku nara sumber, telah menutup wanwancara dengan sangat apik. Lalu, sudahkah kita bersyukur hari ini?
Nama : Anna Zahrah Rizkiyah
Usia : 33 thn
Domisli : Jakarta
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
#ODOPbatch6 #nonfiksi #wawancara
1 comment for "ANAKKU MENDERITA DOWN SYNDROME"
You're a great mom ��
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)