Mengetahui Pentingnya Kesehatan Mental Untuk Ibu
Sadar, kalau kesehatan mental ibu itu penting?
Ini berdasar pengalaman pribadi. Melahirkan 2019 lalu, dihadapkan pada kenyataan kalau si bayi merah itu harus dirawat di Peristi selama 3 hari, drama menyusui menyusul, lalu baby blues. Sedang menikmati fase menjadi ibu, anak umur 9 bulan diagnosa positif TB Paru.
Bolak-balik ke spesialis anak, bertemu dengan beragam kondisi anak dan orang tua, membuat saya sadar, pada dasarnya setiap orang tua tengah berusaha untuk menjadi kuat, setidaknya untuk dirinya sendiru Tak pernah ada orang tua yang baik-baik saja, ketika melihat keadaan anaknya begitu menyesakkan, dan juga dirinya yang begitu jauh dari dukungan. Belum lagi ketika masalah dalam pernikahan muncul, keuangan, pasangan, pekerjaan bahkan tak jarang circle keluarga dekat juga menjadi ujian. Tidak ada pilihan untuk tidak menghadapinya dengan ikhlas.
Terlepas dari semua itu, ibu juga berada pada posisi yang sama. Yakni rawan sebagai orang yang terganggu kesehatan mentalnya.
Pentingnya Kesehatan Mental Ibu
Adakah yang tahu, jika ternyata Indonesia adalah salah satu negara Darurat Kesehatan Mental?
Pada sebagian golongan, menjadi ibu dianggap sebagai akhir perjalanan seorang wanita. Belum lagi, ketika nanti dihadapkan pada banyak batasan, pilihan, cara pandang bahkan labelling. Inilah yang kemudian menjadikan ibu bagai berada di persimpangan.
Ibu, dianggap sebagai sebuah "label" yang menunjukkan dedikasi penuh dan alpa dari lemah.
Padahal, kita justru tengah mengabaikan apa yang tak terlihat, yakni kesehatan mental ibu.
Salah satu alasan mengapa Indonesia darurat kesehatan mental adalah karena tidak hadirnya ayah dalam pengasuhan. Sedangkan jika kita melihat di negara maju, ayah mendapatkan jatah cuti sampai beberapa puluh hari untuk menemani ibu beradaptasi dengan bayi kecilnya.
Hal lain, adalah adanya stigma bahwa pekerjaan domestik rumah tangga adalah haram dikerjakan oleh para suami. Benar, budaya patriarki masih sangat terasa di negara ini. Tidak ada kisah yang tidak terdengar oleh telinga kita, bukan berarti kisah itu tidak ada, termasuk juga tentang kesehatan mental ibu ini.
Mungkin kita memang tidak banyak tahu, seberapa banyak ibu-ibu yang memilih mengubur mimpinya, mengalah pada keadaan, dan bertahan pada pergulatan yang tidak bertepi. Kadang yang kita dengar hanya keluhan, tanpa tahu jika ibu ingin didengar. Hingga tanpa bersalah, kita memotong kisahnya. Tak sedikit dari ibu, yang hanya ingin didengar bukan dinasehati.
Sebarapa banyak kasus bunuh diri, yang dilakukan ibu rumah tangga? Lalu, seberapa banyak kasus ibu rumah tangga yang terganggu mentalnya? Mungkin, ini hanya retorika, tapi ini juga perenungan untuk kita semua.
Ibu dengan mental bahagia, adalah kunci dari rumah yang penuh cinta.
Penyebab Kesehatan Mental Ibu Terganggu
Harapan Tidak Realistis
Seberapa banyak kita mendengar ucapan "ibu harus kuat, tidak boleh mengeluh. Lelah sudah konsekuensi jadi ibu", atau mungkin kalimat-kalimat serupa, yang pada intinya memposisikan ibu sebagai makhluk kuat. Ini memang tidak realistis.
Bukankah ibu juga manusia biasa? Ingat, ibu bukan tokoh superhero, yang bahkan setelah tubuhnya luka berdarah-darah masih bisa menyerang habis semua musuhnya. Ibu manusia biasa, yang lahir dengan kesamaan seperti semua orang. Punya rasa lelah dan jenuh.
Pernah kah kita dapati, ketika seorang ibu tengah bercerita, justru kemudian disanggah dengan kalimat "ibu tidak boleh mengeluh, memang begitu fitrahnya jadi ibu".
Bukankah yang demikian ini, terkesan mempunyai harapan yang tinggi pada seorang ibu? Alasan mendasar apa, sehingga ibu ini tidak boleh membagi lelahnya?
Ketika ibu merasa lelah, itu bukan keadaan di mana seorang ibu tak lagi sempurna. Coba kita tengok sebentar, bagaimana keadaan sosial di sekitar kita, ikut andil dalam pengasuhan yang justru terkesan memaksa ibu? Apakah ketika tidak sesuai dengan ekspektasi kita, maka si ibu bukanlah ibu yang baik?
Menjadi Orang Tua Tunggal
Seorang teman, kehilangan suaminya ketika dia hamil 6 bulan. Apa yang terjadi padanya? Dia mengaku kehilangan dunianya. Satu kalimat yang luar biasa dalamnya bagi saya. Tak butuh penjelasan apa pun. Dia menyadari, jika sesuatu terjadi padanya. Psikisnya mulai terganggu. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk mencari profesional, demi tumbuh menjadi orang tua tunggal bagi bayi perempuannya.
Menjadi ibu tunggal memang bukanlah hal yang mudah. Segalanya baru dan menyedihkan. Seorang diri mencari solusi atas segala permasalahan, entah finansial, pendidikan, pengasuhan atau sekadar untuk me time. Sebab dia juga bertanggungjawab pada dirinya sendiri. Kelelahan yang luar biasa menumpuk.
Generasi Sandwich
Sebenarnya, tidak salah ketika kita merawat orang tua, bukan? Bahkan sebuah kewajiban menurut ajaran agama yang saya yakini. Namun, tentu hal ini akan berbeda bagi sebagian orang. Mengapa bisa demikian?
Pernah melihat orang tua yang begitu pemarah pada anaknya di masa kecil? Atau orang tua yang abai dengan pengasuhan anaknya di masa kecil? Kondisi ini lah, yang kemudian bisa membuat pertentangan batin. Benar, sebab dihadapkan pada sisi yang berlainan.
Mengatur Kesehatan Mental Ibu
Self Love
Mencintai diri sendiri itu kewajiban. Sederhana memang, namun tak sedikit yang kemudian justru mengabaikannya. Melakukan hal yang disukai atau menjadi hobi pada waktu tertentu, adalah salah satu cara mencintai diri sendiri.
Setiap ibu butuh waktu meng-upgrade diri, agar cintanya pada anak dan suami juga bertumbuh seiring dengan dirinya.
Jika memang terasa tak memiliki hobi, melakukan hal yang membuat kita nyaman juga sudah sedikit menghilangkan penat. Salah satu bentuk me time saya adalah membaca dan minum segelas es teh. Sesederhana itu. Hanya diberi es teh, hanya membuat es teh, saya bisa bahagia dan bersyukur atas apa yang saya lalui. Tentu akan berbeda dengan masing-masing ibu.
Ada ibu, nyaman dengan menggunakan skin care, arisan, ke bioskop, atau bahkan belanja. Lakukan apapun, yang memang itu membuat kita bahagia. Bukankah kebahagian kita, juga berhak dan layak diperjuangkan? Meski hanya segelas es teh?
Perbaiki Circle
Selain diri, lingkungan terdekat kita juga memiliki andil dalam perkembangan psikis kita. Ketika kita mulai sadar, bahwa tak ada lagi support system yang baik, maka menjauh dan memperbarui lingkungan adalah salah satu solusi terbaik. Karena kita tidak akan berkembang, selama kita bertahan pada lingkungan yang toxic atau tidak mendukung.
Pasangan kita, adalah circle terdekat kita. Maka menjalin dan memperbaiki komunikasi dengannya adalah sebuah keharusan. Bicaralah dari hati, dengan sejenak meletakkan emosi. Karena yang kita harapkan adalah perbaikan mental, bukan pengabaian.
Komunitas atau support group, juga bisa menjadi alternatif lain. Ini bisa kita temui dengan di media sosial. Tidak ada sesekali mencarinya, karena nyatanya komunitas atau support group seperti ini sedikit banyak telah membantu ibu bangkit dari terpuruk dan kacaunya mental.
Bergerak dan Berkarya
Sudah pernah olahraga ringan? Seperti berjalan kaki pagi sebelum matahari benar-benar terik? Menghirup udara pagi yang bersih dan segar, akan sedikit menenangkan hati. Ibu juga bisa melakukan kegiatan lain, seperti yoga, atau bahkan menanam bunga. Lakukan apapun yang membuat ibu tetap bergerak, karena pikiran ibu akan terfokus pada apa yang tengah dilakukan. Sibuklah.
Jika ibu memang tertarik dengan dunia craft, tidak adalah salahnya menekuni dan menguangkannya. Berkarya ketika menjadi ibu, bukanlah hal yang haram dan memalukan. Berkaryalah dengan apapun yang mampu kita lakukan dan tidak melulu berorientasi pada rupiah.
Pentingnya kesehatan mental untuk ibu tidak lain agar tercipta rumah tangga yang hangat, nyaman, dan bahagia. Tidak sedikit pernikahan yang tumbuh bersama caci maki, tangis bahkan perundungan. Mengapa? Karena terganggunnya mental para penghuni, terlebih para ibu. Tak segan berteriak di hadapan suami atau memukul anak, adalah tanda perlunya perbincangan mengenai kesehatan mental ibu.
Ibu, di manapun kamu berada, apa pun yang tengah kamu rasakan
Percayalah, kamu adalah makhluk yang hebat.
Tuhan menciptakanmu dengan seluruh kekuatan dan kelemahan dirimu
Bukan untuk membuatmu disakiti, namun untuk mengingatkan, jika Surga memang layak berada di kakimu
Ibu, bangkitlah
Kamu tidak sendiri,
aku di sini, bersedia mendengar dan memelukmu
17 comments for "Mengetahui Pentingnya Kesehatan Mental Untuk Ibu"
padahal kita juga manusia bukan malaikat yang selalu baik-baik saja
Waktu kecil aku pernah mikir, kalo jadi ibu itu enaaaak banget, karena punya anak yg bisa d suruh dan punya surga sendiri di telapak kaki ny😅
Semakin dewasa aku sadar, itu adalah beban terberat.
Saya suka tulisan ini, makin paham problem yang dihadapi para ibu 😁
Sepakat benar, perjuangan menjadi kuat, tak pernah berhenti.
Harus belajar dan belajar seumur hidup.
Semangat kuat dan sehat mental buat kita semua, para ibu-ibu dimanapun berada.
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)