Hadiah Ulang Tahun Dari Tuhan
Keluarga Kecil Kami
Johny Johny
(Yes Papa)
Eating sugar?
(No, papa)
Telling lies?
(No, papa)
Open your mouth
(Ah, ah, ah!)
Johny, Johny
(Yes, Papa)
Eating sugar?
(No, papa)
Telling lies?
(No, papa)
Open your mouth
(Ah, ah, ah!)
Cuma ada lagu ini di video player mobil suamiku. Setiap masuk mobil, lagu itu akan langsung dimainkan, sepanjang perjalanan sampai kami berada di pemberhentian. Suamiku sangat hafal lagu itu, bahkan tak jarang dia bernyanyi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan sesekali tertawa -menertawakan tingkahnya sendiri-.
Aku dan Kiara yang berada di bangku belakang, selalu tertawa melihat suamiku. Karena justru dia yang terlihat sangat menjiwai daripada anak-anak kami. Terlebih Samanta, selalu bahagia ketika bernyanyi bersama papahnya.
Kiara dan Samanta adalah dua buah hati kami, dan si Baci yang kini berusia 7 bulan dalam perutku. 9 tahun menikah dengannya, tak sedikitpun pernah ku lihat suamiku bersedih. Namun tidak dengan hari itu. Dia berubah menjadi suami yang asing, bagiku.
2 Juli 2017, adalah hari kelahiran Samanta, anak kedua kami. Tahun itu, usia Samanta genap 4 tahun. Sudah sejak bulan Januari, Samanta merayu papahnya. Dia ingin dibelikan perosotan plastik, supaya bisa main dengan adiknya setelah lahir nanti. Tapi papahnya tak mengindahkan, justru selalu berucap "nggak bakal kepake itu nanti, nak, beli otoped aja ya?". Dan selalu berujung dengan lengkingan tangis Samanta.
Suamiku memang sangat usil, terlebih pada anak-anak kami. Padahal, jika sudah begitu, akulah yang harus berjuang menenangkan mereka, sedangkan dia sudah bersiap membuat mereka menangis lagi.
Tepat di hari ulang tahun Samanta, suamiku tiba-tiba berubah. Dia muram sepanjang hari. Wajahnya tampak sangat lelah dan sedih, bahkan kedua matanya sembab. Entah di mana dia menangis dan mengapa mencoba terlihat baik-baik saja di depanku. Kopi hitam yang ku buatkan pun tak disentuhnya, dibiarkan dingin di tepi meja makan.
"Mas, kenapa? Ada yang bisa kubantu?". Tak ada jawaban. Dia hanya diam, seperti tak mendengar dan mengetahui kehadiranku. Kemudian beranjak, berlalu melewatiku dan masuk ke kamar. Aku mendengar isak tangisnya. Segera ku cari anak-anak, untungnya mereka tak melihat gelagat aneh papahnya. Entah bagaimana perasaan Samanta, jika dia melihat papahnya kacau seperti ini, tepat di hari ulang tahunnya.
Aku mendatangi suamiku. Pelan-pelan membuka pintu kamar. Dia duduk di ujung kasur, memeluk bingkai foto Samanta. Wajahnya basah, kacamatanya berembun. Aku ingin memeluknya, namun dia menjauh dan bergeser, seolah menghindariku. Perasaanku semakin kalut. Ada apa ini? Ada yang salah dengan suamiku. Tapi kenapa harus saat in, di hari istimewa Samanta?
"Mah, aku mencintai kalian. Sungguh. Kamu, Kiara, Samanta dan Baci kecil kita, adalah hidupku. Mah, maafkan aku. Maaf", dia akhirnya bersuara.
"Kenapa Mas? Ada masalah apa?" tanyaku mencoba tidak terbawa emosi. Aku masih berdiri di bekangnya, menatap dengan haru pundaknya yang bergerak naik turun.
"Aku sayang kalian. Sungguh. Tapi ternyata, aku bukan suami dan papah yang baik untuk kalian."
"Mas … " belum selesai aku berbicara, dia sudah memintaku keluar. Tak ingin menambah suram suasana, aku meninggalkannya di kamar dengan segelas lemon tea madu kesukaannya. Berharap sedikit menenangkan dan menguatkannya.
"Mah … " panggilnya. Aku berhenti di ambang pintu. Tanpa melihatku, dan hanya tertunduk, dia melanjutkan kata-katanya.
"Mah, ini adalah ulang tahun impian Samanta. Tapi aku justru merusaknya. Aku mengacaukan semuanya, mah, dan kadonya … "
"Mas … ".
"Tidak mah, aku hanya ingin sendiri. Aku ingin meminta maaf pada Samanta. Pergilah".
Aku berlalu. Entah mengapa, perasaanku sebagai seorang istri menyadari sesuatu yang teramat janggal. Di luar kamar, tak ku dapati Samanta, hanya Kiara seorang diri.
"Di mana Samanta, kak?"
Kiara tak menggubrisku, asik sekali dia memainkan boneka milik Samanta, hadiah ulang tahunnya tahun lalu. Ingin rasanya aku memarahinya, namun batinku tak kuat. Melihat suamiku yang begitu kacau, ulang tahun Samanta yang berubah sendu dan Samanta yang mendadak hilang.
Tak ku temukan Samanta. Kiara tengah tertidur pulas, di kamar, ditemani suamiku. Aku menunggu di luar, tak lama dia keluar, masih membawa foto Samanta.
"Mas, Samanta tidak ada. Aku harus mencarinya ke mana? Aku lelah, punggungku rasanya sangat berat".
Kejutan Dari Tuhan
"Mah, istirahatlah. Biarkan papah yang gantikan semuanya, ya".
Aku mengangguk. Ku rebahkan tubuh di sofa warna biru muda, warna pilihan Samanta. Mengingatnya, mataku tak bisa terpejam. Aku masuk ke kamar, Kiara terlelap, cantik sekali wajahnya. Ponsel suamiku tertinggal rupanya.
Ponselnya berdering, dari kakak iparku rupanya, dan itu adalah panggilan ke 15! Aku segera menyusul suamiku. Dia sudah berada di dalam mobil, ku lambaikan tangan namun dia tak melihatnya dan berlalu entah ke mana. Aku menjawab panggilan ke 16, namun sudah lebih dulu dimatikan. Ada ratusan pesan masuk, dan salah satunya mengusik mataku.
Pesan dari rekan kerjanya ;
Hen, aku selalu ada, cutilah dulu, kerjaan aku yang handle.
Seburuk itukah kondisi suamiku? Bahkan dengan istrinya sendiri, dia tidak ingin membagi cerita apapun?
Jam 11.00 siang, suamiku pulang. Wajahnya masih terlihat sangat lelah, dan dia tidak bersama Samanta.
"Samanta bagaimana, mas?"
Dia berlalu, dan tatapannya kosong.
"Aku mau mandi", katanya. Aku mengangguk. Sebuah kertas terjatuh dari saku celananya, bersamaan ketika dia mengeluarkan kontak mobil. Sebuah catatan yang ditulis tangan, lusuh dan ada bekas lipatan.
Berita duka. Innalillahi wa'inna illaihi roji'un. Telah berpulang ke rahmatullah, Ibu Dian Asih usia 36 tahun, Kiara Prabowo usia 7 tahun, dan Samanta Prabowo usia 3 tahun, pada hari ini 31 Mei 2017. Jenazah akan dimakamkan di TPU Bumi Luhur pada besok siang, jam 13.00. Yang berduka cita, Bapak Hendi Prabowo dan keluarga besar.
Aku lemas. Tidak tahu harus bagaimana. Apa ini? Siapa yang membuat berita bohong ini? Inikah yang menyebabkan suamiku bersedih sepanjang hari? Inikah penyebab hilangnya Samanta? Dan penyebab utama rusaknya momen ulang tahun Samanta? Siapa pun dia, aku harus menemukannya.
---
Ternyata, aku meninggal 2 hari sebelum ulang tahun Samanta. 31 Mei 2017, adalah hari di mana suamiku ingin membelikan Samanta hadiah. Namun naas, mobil kami menabrak pembatas jalan tol dan terbalik. Berita yang ku dengar, Kiara anak pertamaku meninggal di tanggal 1 Juni, di ruang ICU Rumah Sakit. Sedangkan Samanta, meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Dan aku, aku meninggal ketika mobil baru saja tergoncang hebat. Kini, tingallah suamiku seorang diri bersama seluruh kenangan dan rasa bersalah, di rumah kecil kami.
Aku adalah Dian Asih, dan aku telah mati sebelum ulang tahun anakku. Aku, akan selalu ada untuk suamiku.
*Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi "Ulang Tahun" yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel"
3 comments for "Hadiah Ulang Tahun Dari Tuhan"
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)