Sebuah Puisi Tentang Surga
Jika kita mencari referansi, tentu puisi tentang surga ini banyak ragamnya. Namun hal yang bisa digaris bawahi adalah kesamaan topiknya, yakni penghrapan tertinggi seorang hamba pada Tuhannya. Rasanya, di agama-agama yang lain, surga juga menjadi sebuah tempat yang sangat menakjubkan. Keberadaannya, mungkin akan susah jika harus dibuktikan dengan ilmu pengetahuan, namun tidak dengan keimanan.
Dalam banyak penjelasan di Alquran, pintu-pintu surga itu bisa kita adaptkan di berbagai kebaikan dan ibadah. Salah satunya berada di bawah telapak kaki ibu kita. Tapi, bagaimana jika ternyata ibu kita tidak memiliki surga itu? Bagaimana jika justru ibu kita adalah kebalikan dari semua yang ada di Alquran?
Baca puisinya sebentar yuk, ada hal menarik setelahnya!
Puisi Tentang Surga:
Ibuku Tak Menyimpan Surga Di Telapak Kakinya
Aku berdiri pada tepian tebing
Angin berhambur di sela-sela jariku
Matahari perlahan meredup, meninggalkan bayangan hitam yang memanjang
Aku terpaku sendiri
Menatap lurus pada hamparan kering rerumputan
Nanar, hangat dan meleleh
Bulir air mata jatuh perlahan bergantian
Deras dan tak terbendung
Isakan memenuhi sunyi senja yang menggelap
Dukaku begitu dalam
Lukaku begitu menyayat
Tubuhku layu oleh sayatan
Jiwaku pupus oleh cacian
Aku dikutuk dan selalu dikutuk
Aku dihina, direndahkan dan senilai sampah
Hampr saja aku mati ditangannya
Tangan yang selalu siap menghunuskan pisau ke leherku
Aku, anak yang tak dilihat oleh ibunya
Aku, anak yang berhutang sebab pengasuhannya
Aku, anak yang lari sebab pintanya
Aku, anak diam sebab teriakannya
Ibuku
Ibuku
Ibuku, adakah surga itu di kakimu?
Jika iya, apakah mulut berbisa itu menjadi cerminnya?
Rasanya tidak
Jika memang engkau pintu surgaku
Akankah luka demi luka itu terus bertambah pada tubuhku?
Aku berdiri tegak,
Sebab sumpah serapahmu telah menguatkanku
Cacianmu kini menjelma menjadi partikel debu
Kecil dan mengganggu
Dan, seperti itu jugakah aku di matamu, bu?
Jika memang demikian
Bunuh aja aku, jual saja aku
Kenapa tidak engkau lakukan?
Kenapa engkau merawatku?
Dan kini membawaku pada persimpangan
Di manakah surga itu terletak? Di kakimu kah? Sungguhkah?
Bu, aku akan pergi segera
Biarlah Tuhan yang mengatur surgaku
Sebab aku sadar,
Tugasku hanya berbakti padamu, pada kebaikan dan ketulusan
Bu, aku pamit
Terima kasih telah membuatku tumbuh bersama dengan kutukkan-kutukkan itu
Semarang, 13 Maret 2021
Nimas Achsani-
Setelah Membaca Ibuku Tak Menyimpan Surga di Telapak Kakinya
Puisi tentang surga di atas, rasanya bisa sedikit menggambarkan novel Ibuku Tak Menyimpan Surga di Telapak Kakinya, karangan
Triani Retno A. Mengapa demikian?
Masih adakah surga di telapak kaki itu? Di mana surga itu sebenarnya? Siapakah yang berhak masuk ke dalamnya? Masihkah aku bisa masuk ke sana kelak? Atau, tertutupkah selamanya pintu surga itu untukku karena kutukan itu?
Ibu, bagian sebagian orang mungkin memang sosok yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Namun, bagi sebagian yag lain, ibu bisa sja menjadi seornag wanita yang tega membuangnya di selokan, memukulnya dengan selang air atu bahkan menyiramnya dengan minyak panas.
Jika sudah demikian, bagaimanaharus bersikap padanya? Bukankah Rosulullah mengatakan, untuk berbakti dan berbuat baik pada ibu jauh lebih banyak daripada ayah? Tapi bagaimana jika justru ibu tak memiliki sikap layaknya seorang yang ibu?
Novel ini, menceritakan hidup seorang gadis muda
bernama Amelia, dengan segala permasalahannya. Kekerasan dalam rumah
tangga, pendidikan, persaingan karir, perjodohan dan rama kehidupan
lainnya. Kisah Amelia diceritakan dengan begitu emosional, tidak hanya
pada bab awal namun sampai dengan selesainya buku.
Buku ini, menunjukkan kepada kita sosok lain seorang ibu. Bagaimana kehidupan satu keluarga yang bisa saja luput dari indera kita. Menunjukkan sisi kehidupan sosial yang memang nyata dan masih ada. Triani Retno,
menyajikan kisah yang begitu mengalir. Menunjukkan pada semua pembaca,
tentang hal-hal yang mungkin tidak kita ketahui. Kisah yang dialami
Amelia terasa begitu dekat dan nyata. Ada emosi yang terbangun ketika
membaca halaman demi halamannya. Triani dengan piawai membawa kita pada
kenyataan, bahwa surga sungguhkah ada di telapak kaki ibu?
#RCO9
#OneDayOnePost
#ReadingChallengeODOP9
13 comments for " Sebuah Puisi Tentang Surga"
ini potret lain dari sosok ibu yang tidak biasa, miris membayangkan,
Ya, wejangan-wejangan di luar sana tetap meminta para anak berbakti apapun keadaan orangtuanya. Namun tentu butuh proses yang tak sebentar. Butuh waktu, butuh ilmu, butuh perjuangan.
Jadi pelajaran untukku sebagai orangtua, jangan pernah mudah mencap seorang anak durhaka, apalagi jika aku sudah tak menyimpan surga di bawah telapak kakiku. :) Makasih untuk pengingatnya, kakak.
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat untuk teman-teman. Jangan lupa untuk tinggalkan cuitan di kolom komentar dan jangan meninggalkan link hidup yak :)