Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kontemplasi Bersama di Hari Lebaran

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
La ilaha illallahu wallahu akbar
Allahu akbar wa lillahil hamdu



Gema tak takbir beberapa hari lalu masih hangat terekam dalam ingatan. Harunya pun masih membekas sampai saat ini. Adakah yang sama? Ketika suara takbir bersahutan di udara, campur aduk rasanya di hati. Bahagia, suka cita, haru hingga sedih pun turut menyemarakkan sahutan takbir dari berbagai penjuru.

Malam takbiran adalah salah satu malam di mana aku bisa menangis dengan tenang. Air mata tumpah bersama semua kenangan yang tersimpan dalam ingatan. Suara takbir seolah menjadi penenang ketika hati begitu gundah akan semua masalah duniawi. Hingga kita rela berhenti sejenak, untuk menikmati seruan takbir dan melantunkannya perlahan -semalaman-.

family gathering adalah

Mudik dan Menuntaskan Rindu

Mudik adalah kebiasaan di keluargaku. Maklum saja, kami semua tinggal di daerah yang berbeda. Maka lebaran adalah kesempatan terbaik untuk kembali pulang ke rumah orang tua dan membayar tunai semua rindu.

Satu persatu saudara datang dari tempat tinggalnya. Entah bagaimana, menunggu kedatangan mereka terasa sangat membahagiakan sekaligus ada sendu di saat yang bersamaan.

Ketika pintu diketuk atau ketika salam diucapkan, itulah pertanda ada yang datang. Ibu selalu setia menunggu kedatangan semua anak-anaknya. Untuk menyambutnya, beliau menyiapkan berbagai kudapan kesukaan kami, merapikan rumah hingga membersihkan rumah dengan sangat bersemangat.

Kami semua datang dengan membawa cerita. Itulah mengapa, saat mudik ruang depan rumah akan menjadi tempat berkumpul dan saling bertukar kisah, kenangan hingga candaan dan tawa yang memecah heningnya malam.

gambar-mudik-lebaran

Tak hanya itu saja, melihat polah anak-anak juga cukup menyenangkan bahkan seru. Mungkin, merekalah yang menambah semarak suasana rumah. Karena sebentar-sebentar mereka akan menangis, kemudian diam, bermain bersama dan begitulah seterusnya.

Kami tidak perlu kasur yang mahal ataupun kamar yang mewah. Tidur beralaskan tikar pun akan tetap membahagiakan, sebab esensi mudik adalah berjumpa untuk saling menyapa.

Sepanci Gulai Untuk yang Terkasih

Dulu, ketika nenek masih hidup, kami biasanya membuat ketupat sendiri. Bukan tanpa alasan, menurut beliau ketupat adalah simbol permintaan maaf. Sebab dalam bahasa jawa, ketupat disebut dengan kupat dan kemudian diartikan sebagian orang dengan ngaturke lepat (menyampaikan permintaan maaf).

gulai daging sapi


Nah, ketupat tersebur biasanya akan bersanding dengan gulai daging atau opor ayam. Juga rasanya kurang lengkap, jika mudik ke kampung halaman tidak memakan masakan ibu. Benar, bukan? Bisa jadi, makan itu adalah salah satu yang kita rindukan ketika merantau.

Namun kali ini ibu tidak memasak, tapi menjadi tugasku untuk menggantikannya. Salah satu kebiasaan lebaran di keluarga kami adalah memasak opor atau gulai untuk makanan di hari lebaran. Dari obrolan di WhatsApp Group, kami sepakat untuk memasak gulai di hari lebaran. Sehari sebelumnya, aku sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan bumbu masakan termasuk membersihkan daging yang akan dimasak.

Tepat di malam takbiran, sepanci gulai daging sudah matang dan siap disantap bersama dengan lontong. Besok paginya, kakak-kakak datang bergantian. Gulai yang sudah menunggu, mereka habiskan dengan lahap. Pujian terhadap rasa masakanku pun datang dari mulut yang berbau khas rempah-rempah gulai.

Karena banyaknya saudara yang menyantap gulai tersebut, besok paginya sayur tersebut sudah habis. Panci sudah kosong dan hanya meninggalkan rempah-rempah di dasar panci.

Terima kasih, ya, untuk kesediaan kalian memakan semua masakanku. Aku sangat bahagia. Bahkan, aku berharap jika masakanku adalah salah satu yang mereka rindukan.
 
pentingnya silaturahmi

Mengetuk Pintu Rumah Saudara yang Lebih Tua

Salah satu tradisi saat lebaran yang masih terjaga di keluarga besar kami adalah berkumpul di rumah saudara yang paling tua. Karena nenek dan kakek sudah meninggal, maka kita datang ke rumah anak pertama, kami memanggilnya bude dan pakde. Menariknya, meskipun bude dan pakde sudah wafat, kami tetap berkunjung rumah tersebut.

Rumah itulah yang selalu jadi tujuan di hari lebaran, baik untuk mengenang sebagian kenangan pun ziarah ke makam. Pada dasarnya, rumah itu tidak sepenuhnya kosong, sebab para sepupu masih sering bermalam di sana. Sampai saat ini pun belum ada rencana apakah rumah tersebut akan dijual atau tidak, karena banyak generasi dan kisah yang tersimpan di tiap sudutnya.

Bahkan malam takbiran sebelum lebaran, kami di rumah sudah membicarakan kenangan di rumah joglo tersebut. Mulai dari binatang peliharaan, cerita masa lalu jaman penjajahan hingga cerita ketika bude dan pakde meninggal secara bergantian.

Di rumah itu pula banyak foto yang dipajang, khas rumah orang tua yang ditinggal merantau anak-anaknya. Halaman rumah yang luas menjadi salah satu arena bermain anak-anak. Merekalah yang berlarian keluar masuk rumah, berteriak riang saat bermain air di sumur hingga berebut setoples makanan ringan yang disajikan di meja.

Salah satu hal yang cukup membuatku haru adalah ketika tahun lalu aku kecelakaan. Tanpa sepengetahuanku, mereka semua iuran membayar sebagian biaya. Kami memang jarang bertemu secara fisik, tetapi untuk dukungan mental kami selalu ada dalam wujud yang bermacam-macam.

taman pemakaman umum

Tak Hanya Ziarah tetapi Juga Perenungan

Setelah sholat idulfitri, kami melanjutKAN santap pagi yang terjeda sembari bersantai di ruang tamu. Belum ada yang berdatangan, jadi kami punya cukup waktu untuk kembali bersenda-gurau. Menyekar adalah salah satu kebiasaan lain di rumah kami ketika lebaran. Setelah sholat idulfitri, biasanya kami akan berkunjung ke makam keluarga yang telah berpulang. Ritual tahunan tersebut, selalu sukses membuat mataku sembab.

Mengunjungi makam sembari melangitkan doa juga merapikan kenangan yang bermunculan. Sebelum berdoa, biasanya kami akan membersihkan makamnya terlebih dahulu kemudian menaburkan bunga yang wanginya sangat khas. Tidak ada kijing yang kokoh, hanya sebuah gundukkan tanah dengan dua nisan di setiap ujungnya. Nama mereka jelas terukir di sana.

Orang yang sudah meninggal tidak perlu digantikan. Dia akan menempati suatu tempat khusus di hati kita - dr. Andreas Kurniawan Sp. KJ

Aku sepenuhnya setuju dengan apa yang disampaikan oleh dokter Andreas Kurniawan tersebut. Karena bagiku, begitulah keadaannya. Mereka yang tiada, akan tetap ada di hidup kita.

Lebaran adalah salah satu momen yang kami manfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga. Tak hanya berbagi kisah hidup yang penuh drama, kami juga rutin mengenang kembali “mereka” yang telah tiada.

keluarga cemara adalah

Ketika lebaran, nenek biasanya akan mengajak kami berkeliling ke rumah tetangga-tetangga dekat. Tak lupa pula mengingatkan agar menyekar (berziarah ke kubur) ke makam. Namun, kini beliau telah berpulang dan kenangannya masih hidup di dalam rumah kami.

Bagiku, mengunjungi makam bapak dan nenek adalah salah satu kesempatan untuk bercerita. Seringkali ku tumpahkan air mata di samping makam beliau. Tentu saja aku tak berharap apapun, hanya ingin bercerita dan menumpahkan segala beban di hati saja.

Sepulang dari makam, kami akan melanjutkan berbincang dengan keluarga besar. Tawa renyah yang memenuhi rumah akan selalu bersinggungan dengan kenangan atas kehilangan, sampai kapan pun.

Berziarah ke makam juga menjadi pengingat, bahwa kelak kita pun akan berpulang dan dikenang. 

Yang Tersisa Hanya Ranjang Kosong

Mudik tentu saja dibarengi dengan pamit. Satu persatu saudara berpamitan untuk kembali ke perantauannya, kembali mengadu nasib pada rejeki dari Tuhan. Perlahan, rumah mulai sepi, barang-barang yang mulanya berserakan pun perlahan dirapikan si pemiliknya. Semakin rumah kembali rapi, biasanya semakin dekat kepergian mereka dari rumah ibu.

Jika mulanya ada tikar besar di ruang tamu yang digelar sebagai alas serba guna, pada akhirnya juga akan dilipat kembali. Pertanda bahwa tidak ada lagi yang akan tidur di atasnya, tidak ada yang bermain di atasnya hingga tidak ada yang menumpahkan makanan di atasnya.

ucapan idul fitri

Bersamaan dengan tampaknya permukaan lantai keramik, kondisi di dalam kamar pun tidak jauh berbeda. Bantal guling sudah tertumpuk rapi, selimut dilipat dengan presisi, kipas angin tak lagi dinyalakan, lampu sudah dipadamkan dan tentu saja ranjang sudah kosong ditinggal penghuninya.

Rutinitas lebaran di keluarga kami tidak hanya ziarah, memasak sayur gulai, berkunjung ke rumah saudara dan mudik saja, tetapi juga membeli oleh-oleh sebagai buah tangan. Benar, hal ini selalu terjadi di keluarga kami.

Ketika oleh-oleh yang dipesan sudah diantarakan ke rumah, artinya akan ada anggota keluarga yang akan segera pulang. Membawa oleh-oleh bukanlah suatu kewajiban, tetapi sudah menjadi rutinitas dan ciri khas ketika pulang kampung. Adakah teman-teman yang juga melakukan hal tersebut?

Setiap kenangan yang kita miliki, akan membuat hari lebaran memiliki makna yang berbeda. Tak jarang, lebaran adalah waktu terbaik untuk menangis, termasuk menangisi apa-apa yang sudah pergi, baik orang maupun waktu.
Tradisi di hari lebaran tidak hanya sebuah rutinitas saja, tetapi menurutku juga upaya untuk menjaga kenangan pada mereka yang telah tiada atau pada tiap kesempatan yang telalh berlalu. Rasa haru yang timbul saat hari lebaran tak pernah bisa didefinisakan dengan jelas, sebab itu adalah emosi yang sangat personal.

Adakah yang setuju, jika malam takbiran adalah pintu masuk untuk semua rindu pada mereka yang terkasih? Bagiku, tradisi lebaran tidak hanya berkutat dengan gulai maupun opor, tetapi juga melapangkan hati atas rasa kehilangan yang begitu dalam.

Beginilah caraku mengenang hari lebaran yang penuh haru, berkisah dengan kawan di dunia maya. Bagaimana kalian melewati lebaran tahun ini? Apapun perasaan yang muncul, ingatlah bahwa mendapati lebaran adalah salah satu bentuk nikmat yang Allah berikan, maka berbahagialah.
Nimas Achsani
Nimas Achsani Parenting, pernikahan, finansial dan gaya hidup

Post a Comment for "Kontemplasi Bersama di Hari Lebaran"